Jumaat, 31 Disember 2010

Siapa Bill Gates??

William Henry Gates III atau lebih terkenal dengan sebutan Bill Gates, lahir di Seatle, Washington pada tanggal 28 Oktober 1955. Ayah Bill, Bill Gates Jr., bekerja di sebuah firma hukum sebagai seorang pengacara dan ibunya, Mary, adalah seorang mantan guru. Bill adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Sejak kecil Bill mempunyai hobi "hiking",bahkan hingga kini pun kegiatan ini masih sering dilakukannya bila ia sedang "berpikir".

Bill kecil mampu dengan mudah melewati masa sekolah dasar dengan nilai sangat memuaskan, terutama dalam pelajaran IPA dan Matematika. Mengetahui hal ini orang tua Bill, kemudian menyekolahkannya di sebuah sekolah swasta yang terkenal dengan pembinaan akademik yang baik, bernama "LAKESIDE". Pada saat itu , Lakeside baru saja membeli sebuah komputer, dan dalam waktu seminggu, Bill Gates, Paul Allen dan beberapa siswa lainnya (sebagian besar nantinya menjadi programmer pertama MICROSOFT) sudah menghabiskan semua jam pelajaran komputer untuk satu tahun.

Kemampuan komputer Bill Gates sudah diakui sejak dia masih bersekolah di Lakeside. Dimulai dengan meng"hack" komputer sekolah, mengubah jadwal, dan penempatan siswa. Tahun 1968, Bill Gates, Paul Allen, dan dua hackers lainnya disewa oleh Computer Center Corp. untuk menjadi tester sistem keamanan perusahaan tersebut. Sebagai balasan, mereka diberikan kebebasan untuk menggunakan komputer perusahaan. Menurut Bill saat itu lah mereka benar- benar dapat "memasuki" komputer. Dan disinilah mereka mulai mengembangkan kemampuan menuju pembentukan Microsoft, 7 tahun kemudian.
Selanjutnya kemampuan Bill Gates semakin terasah. Pembuatan program sistem pembayaran untuk Information Science Inc, merupakan bisnis pertamanya. Kemudian bersama Paul Ellen mendirikan perusahaan pertama mereka yang disebut Traf-O-Data.

Mereka membuat sebuah komputer kecil yang mampu mengukur aliran lalu lintas. Bekerja sebagai debugger di perusahaan kontrkator pertahanan TRW, dan sebagai penanggungjawab komputerisasi jadwal sekolah, melengkapi pengalaman Bill Gates.
Musim gugur 1973, Bill Gates berangkat menuju Harvard University dan terdaftar sebagai siswa fakultas hukum. Bill mampu dengan baik mengikuti kuliah, namun sama seperti ketika di SMA, perhatiannya segera beralih ke komputer. Selama di Harvard, hubungannya dengan Allen tetap dekat. Bill dikenal sebagai seorang jenius di Harvard. Bahkan salah seorang guru Bill mengatakan bahwa Bill adalah programmer yang luar biasa jenius, namun seorang manusia yang menyebalkan.
Desember 1974, saat hendak mengunjungi Bill Gates, Paul Allen membaca artikel majalah Popular Electronics dengan judul "World's First Microcomputer Kit to Rival Commercial Models". Artikel ini memuat tentang komputer mikro pertama Altair 9090.

Allen kemudian berdiskusi dengan Bill Gates. Mereka menyadari bahwa era "komputer rumah" akan segera hadir dan meledak, membuat keberadaan software untuk komputer - komputer tersebut sangat dibutuhkan. Dan ini merupakan kesempatan besar bagi mereka.
Kemudian dalam beberapa hari, Gates menghubungi perusahaan pembuat Altair, MITS (Micro Instrumentation and Telemetry Systems). Dia mengatakan bahwa dia dan Allen, telah membuat BASIC yang dapat digunakan pada Altair. Tentu saja ini adalah bohong. Bahkan mereka sama sekali belum menulis satu baris kode pun. MITS, yang tidak mengetahui hal ini, sangat tertarik pada BASIC. Dalam waktu 8 minggu BASIC telah siap. Allen menuju MITS untuk mempresentasikan BASIC. Dan walaupun, ini adalah kali pertama bagi Allen dalam mengoperasikan Altair, ternyata BASIC dapat bekerja dengan sempurna. Setahun kemudian Bill Gates meninggalkan Harvard dan mendirikan Microsoft.

Terlepas dari masalah perseteruan Microsoft dengan beberapa organisasi dan vendor lain berhubungan dengan masalah monopoli software, pemakaian teknologi vendor lain, dsb. Saat ini Microsoft tumbuh menjadi vendor software dan sistem operasi yang menguasai pangsa pasar software dunia. Windows 95, 98, ME, 2000, XP adalah sistem operasi produksi Microsoft yang selalu ditunggu-tunggu oleh pengguna pc di dunia.

Ibnu Sina, Lebih Dikenal dengan Nama Avicena, siapa dia?

Tidak selamanya ilmuwan berasal dari negeri barat. Yang berasal dari Timur Tengah pun tidak kalah jumlahnya. Salah satu ilmuwan dari belahan benua ini adalah Ibnu Sina. Siapa dia? Dunia barat mengenalnya dengan nama Avicena. Ibnu Sina dilahirkan pada tahun 370 Hijriah bersamaan dengan 980 Masehi. Pengajian peringkat awalnya bermula di Bukhara dalam bidang bahasa dan sastera. Selain itu, beliau turut mempelajari ilmu-ilmu lain seperti geometri, logik, matematik, sains, fiqh, dan pengobatan, demikian seperti yang dirangkum www.mifti.tripod.com.Ibnu Sina mula menjadi terkenal selepas berjaya menyembuhkan penyakit Putera Nub Ibn Nas al-Samani yang gagal diobati oleh doktor yang lain. Kehebatan dan kepakaran dalam bidang pengobatan tidak ada bandingnya sehingga beliau diberikan gelar al-Syeikh al-Rais (Mahaguru Pertama).
Kemasyhurannya melangkaui wilayah dan negara Islam. Bukunya Al Qanun fil Tabib telah diterbitkan di Roma pada tahun 1593 sebelum dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Precepts of Medicine. Dalam jangka masa tidak sampai 100 tahun, buku itu telah dicetak ke dalam 15 bahasa. Pada abad ke-17, buku tersebut telah dijadikan sebagai bahan rujukan di universitas-universitas Itali dan Prancis. Malahan sehingga abad ke-19, bukunya masih diulang cetak dan digunakan oleh para pelajar perobatan.
Ibnu Sina juga telah menghasilkan sebuah buku yang diberi judul Remedies for The Heart yang mengandungi sajak-sajak pengobatan. Dalam buku itu, beliau telah menceritakan dan menguraikan 760 jenis penyakit bersama cara untuk mengobatinya.
Hasil tulisan Ibnu Sina sebenarnya tidak terbatas kepada ilmu pengobatan saja. Ibnu Sina juga menulis tentang metafisik, musik, astronomi, filologi (ilmu bahasa), syair, prosa, dan agama.
Ibnu Sina juga merupakan seorang ahli filsuf terkenal. Beliau pernah menulis sebuah buku berjudul al-Najah yang membicarakan persoalan filsafat. Pemikiran Ibnu Sina banyak dipengaruhi oleh aliran al-Farabi.(merry magdalena)

Dari Mana Asal Besi??

Besi adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia di bumi ini. Besi digunakan hampir di semua tempat, untuk membangun gedung-gedung, alat transportasi, senjata, sampai benda-benda kecil dalam rumah tangga seperti palu, cangkul, pisau dan lain sebagainya (palu dan cangkul itu bagian dari peralatan rumah tangga ya??? :-D ).
Posting ini sebagai kelanjutan dari perbandingan kita antara Signs dan Science (masih ingatkan apa maksudnya?). Sebelumnya juga sudah kita bandingkan 1 kejadian yang diramalkan akan terjadi (dalam Alquran) dan benar-benar telah terjadi atau ramalan tersebut terbukti benar. Ramalan itu adalah tentang kemenangan Byzantium.
Sekarang kita coba bandingkan lagi informasi yang diberikan oleh alquran dengan bidang fisika. Di dalam alquran, ada sebuah surat yang bernama al-Hadid yang berarti “besi“. Pada bagian ayat ke-25, dinyatakan dengan jelas dari mana sebenarnya asal besi…

“… dan kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia ..” [al-Hadid : 25]
Kata “anzalna” yang berarti “kami turunkan” khususnya digunakan untuk besi dalam ayat ini, dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni “secara bendawi diturunkan dari langit“, kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki keajaiban ilmiah yang sangat penting.
Ini dikarenakan penemuan astronomi modern telah mengungkapkan bahwa logam besi yang ditemukan di bumi kita berasal dari bintang-bintang raksasa di angkasa luar.
Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang raksasa. Akan tetapi sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta derajat.

Ketika jumlah besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya meledak melalui peristiwa yang disebut “nova” atau “supernova“. Akibat dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa.
Keterangan di atas dan pernyataan dalam alquran surat al-Hadid ayat 25 menunjukkan sebuah kesimpulan yang sama, bahwa besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan “diturunkan ke bumi“. Fakta ini sudah dinyatakan sejak lebih dari 1400 tahun lalu dalam Alquran dan telah terbukti di masa sekarang.
Hal di atas menunjukkan bahwa Alquran, dengan ayat-ayatnya (signs) membuktikan bahwa ilmu pengetahun benar-benar mengikuti kebenaran Alquran… Allahuakbar!

Cerpen : Diari Hati Firdaus

Nama Pena : bintang itu indah

Diari biru tua itu dipeluk erat. Inilah dia tanda kasih Firdaus buatnya. Tanda sayang yang tidak berbelah bagi. Air matanya menitis lagi. Firdaus. Sebuah nama yang telah mengubah pandangannya terhadap kehidupan. Insan yang tidak pernah lokek dengan senyuman dan sentiasa ceria walaupun beban yang terpaksa dipikul amatlah besar.

Insyirah masih memeluk erat diari biru tua pengikat kasih mereka. Kasih yang bersemi kerana Tuhan Yang Esa, kasih yang membuahkan kuntum-kuntum persahabatan sehingga ke akhirnya. Sungguh! Insyirah dihambat rasa pilu yang menusuk tajam bagaikan sembilu. Mampukah dia menemui insan semulia Firdaus lagi? Mampukah dia mencari pengganti? Diari usang itu diselak lagi.

************************

10 Mac 2006
Hari ini hari pertama aku menjejakkan kaki ke SMK(P) Raja Zainab. Sekolah yang pada aku, terlalu berbeza dengan suasana sekolah lama. Pelajar-pelajarnya nampak jauh lebih 'up-to-date' daripada sahabat-sahabatku. Mampukah aku membiasakan diri dengan suasana baru ini? Mampukah aku menjalani hidup dengan mereka? Ya Allah…bantulah aku dalam menyesuaikan diri di tempat baru. Permudahkanlah urusanku, Ya Allah…amiiin…

*************************

Insyirah tersenyum. Firdaus risau dengan suasana baru di sekolah mereka. Kenapa riak wajahnya tidak pernah menceritakan perasaannya? Insyirah menggeleng perlahan. Pembacaan masih diteruskan.

*************************

15 Mac 2006
Segala urusan dengan pihak pentadbiran sekolah sudah selesai. Alhamdulillah…terima kasih, Ya Allah…kerana memudahkan urusan hambamu ini. Hari ini juga aku mendapat sahabat baru! Cantik orangnya. Berkulit putih dan mudah kemerah-merahan ketika berada di bawah terik matahari. Siapa ye namanya…? Syirah…? Hm…lebih kurang begitulah. Maaf, sahabat. Aku masih belum mampu mengingati namamu.

***********************

Insyirah mengesat air mata yang bergenang. Nama itu. Hanya Firdaus yang memanggilnya dengan panggilan Syirah. Firdaus. Kenapa segalanya berlaku terlalu pantas? Kenapa kau pergi saat diri ini belum memohon kemaafan daripada mu? Saat diri ini belum meluahkan rasa sayang dan rasa syukur kerana dipertemukan dengan mu? Insyirah membuang pandangan ke luar tingkap.

Kepulan-kepulan awan yang putih dan bersih. Firdaus juga pernah berangan-angan untuk sama-sama melanjutkan pelajaran ke negara orang. Sama-sama menaiki pesawat untuk pulang ke tanah air ketika cuti panjang. Sama-sama mendarat di lapangan terbang menantikan ahli keluarga yang datang menjemput. Tapi kini, diri ini berseorangan. Berseorangan meneruskan hasrat dan impian bersama.

Ah…kenapa segala-galanya harus mengingatkan diri ini akan dia? Dia yang telah pergi menyahut panggilan Ilahi. Ya Allah…ampunkan aku. Betapa aku berdosa kerana tidak dapat menerima ketentuanMu. Kerana masih menangisi pemergian insan semulia dia. Insan yang terbaik, yang sukar untuk ditemui lagi…

Air mata jernihnya mengalir lagi. Namun, pembacaan masih diteruskan. Kali ini Insyirah menyelak lebih jauh kebelakang. Tangannya terhenti pada sekeping gambar yang terlekat kemas pada helaian muka surat diari Firdaus. Gambar sekumpulan remaja yang lengkap dengan telekung sembahyang.

****************************

10 Oktober 2006.
Gambar kenangan selepas program solat hajat untuk SPM. Dari kanan: Nisa,Mawar, Aku, Syirah, Teha dan Khai.
'Sahabat-sahabatku, ketahuilah kalian…bahawa Fir amat menyayangi kalian. Kalian telah mengajarkan Fir akan rasa-rasa dalam kehidupan. Terima kasih kerana sentiasa bersama Fir. Melayan karenah Fir, menjaga Fir ketika Fir tidak sihat. Fir hargai segala apa yang pernah kalian lakukan untuk Fir. Fir tidak akan mampu membalasnya. Fir berdoa…agar ikatan persahabatan antara kita berkekalan sehingga akhir hayat Fir. Fir sayang kalian…'

***********************

Insyirah sudah tidak dapat membendung kepedihan hatinya. Diari biru tua itu ditutup pantas. Air matanya mengalir laju. Laju, laju dan laju seperti tidak mampu berhenti lagi. Fir…Syirah pun sayangkan Fir. Kami semua sayangkan Fir. Kenapa Fir pergi tanpa sempat Syirah katakana semua ini? Fir, maafkan Syirah. Ampunkan Syirah, Fir. Syirah dah banyak sakitkan hati Fir…

Pesawat mendarat tepat seperti yang dijadualkan. Insyirah melangkah dengan penuh kesayuan. Kelibat insan-insan yang dikasihi masih belum kelihatan. Dalam perjalanan barangkali. Mata Insyirah meneroka keseluruh kawasan airport. Ya, inilah dia tanah air yang telah lama ditinggalkan. Ditinggalkan demi sebuah cita-cita. Cita-cita mereka.

Insyirah mengambil tempat disebuah bangku yang agak tersorok. Dia selesa begitu. Memerhatikan tingkahlaku dan gelagat manusia. Pertengkaran kecil antara sekumpulan remaja belasan tahun menarik perhatiannya. Enam orang semuanya. Masing-masing dengan pakaian kasual kecuali seorang berpakaian sopan berbaju kurung. Mereka bertengkar. Apa yang terjadi ya?

Gelagat kumpulan itu masih menarik perhatiannya. Pandangannya terkunci pada setiap apa yang mereka lakukan. Pertengkaran anak-anak remaja. Tentang apa agaknya? Insyirah masih berfikir. Sesekali berlaku adegan 'tarik-tolak' antara mereka. Yang berbaju kurung itu tenang menghadapi semua amarah rakan-rakannya. Riak wajah langsung tidak menunjukkan rasa marah.

Tenang menghadapinya seorang diri walaupun ketika itu tiada seorang pun yang bangkit membela. Kemudian, mereka semua beredar meninggalkan gadis berbaju kurung sendirian. Hati Insyirah terdetik untuk mendekatinya. Setelah membetulkan sweater yang membalut tubuh, Insyirah berjalan ke arah gadis berwajah tenang itu.

"Assalamualaikum. Boleh akak duduk sini?" tegur Insyirah ramah sambil memegang kerusi kosong di sebelah gadis tersebut.

"Waalaikumussalam. Boleh, duduklah kak," jawabnya lembut.

"Nama akak Syirah. Boleh akak tahu nama adik?" Insyirah menghulurkan tangan untuk bersalam.

"Jannah. Nama saya Jannah," Jannah menyambut huluran tangan Insyirah dan menciumnya tanda hormat.

"Jannah sendiri? Mana yang lain? Family?"

"Jannah datang dengan kawan sekolah. Tapi…" tanpa sempat menghabiskan kata-kata, sebutir permata jernih jatuh daripada tirai matanya. Jannah cepat-cepat mengesat air mata yang mengalir. Bibirnya mengukirkan sebuah senyuman pahit yang jelas pada pandangan Insyirah.

"Sudah la, dik. Maafkan akak sebab bertanya. Akak dah nampak semuanya tadi. Akak minta maaf. Akak tahu, akak tak sepatutnya sibuk hal adik. Tapi, kalau adik tak keberatan, adik boleh cerita dekat akak. Manalah tahu, akak boleh bantu."

"Tak apa, kak. Kalau Jannah jadi akak pun Jannah tengok. Yelah, orang buat drama dekat tengah-tengah airport, apa kes," jawab Jannah masih cuba menceriakan suasana.

Insyirah terdiam. Sedar tuan punya diri tidak ingin berbicara lanjut mengenai pertengkaran yang berlaku sebentar tadi. Dia tidak ingin memaksa. Tetapi hatinya pedih melihat situasi tadi. Pilu andai gadis ini juga 'pergi' tanpa sempat rakan-rakannya memohon kemaafan. Kalaulah gadis itu sama nasib seperti Firdaus, rakan-rakannya tentu akan menjadi seperti dirinya. Dihantui rasa berdosa.

"Adik, nak tahu tak? Dah lama akak tak balik Malaysia. Empat tahun. Empat tahun merantau ke negara orang. Belajar macam-macam perkara. Kawan baru, pengalaman baru, suasana baru…"

"Seronoknya, kak! Bertuah akak dapat menjejakkan kaki ke tempat orang. Tercapailah cita-cita akak, kan?" Jannah tersenyum memandangnya.

"Ya, lebih kurang macam tu la agaknya. Cita-cita akak, cita-cita kawan akak. Kami memang berhasrat nak pergi sama-sama. Sejak form 5 lagi dah ada perancangan. Detail. Kata kawan akak, matlamat kena jelas, baru kita dapat capai," Insyirah terus bercerita. Berada bersama Jannah membuatkan dia teringat kisah pada zaman persekolahan. Sesekali Insyirah tergelak mengenangkan kenakalan semasa remaja dulu. Jannah juga begitu.

"Kawan akak ni berfikiran matang la. Selalu bertindak seperti seorang kakak. Mesti dia sayang sangat dekat kawan-kawan dia…kn?" ceria Jannah bertanya. Kakinya dihayun perlahan. Mungkin membayangkan wajah insan yang banyak meninggalkan kesan kepada kakak yang dipanggil Kak Syirah itu.

"Memang, dik. Dia sayang sangat dekat kami. Kami pun sayangkan dia. Allah pun sayangkan dia," Insyirah cuba mengawal suaranya yang hampir hilang akibat menahan sebak.

"Dia tak jadi pergi dengan akak ke? Mana dia kak? Jannah pun nak jumpa dia," katanya keanak-anakkan. Badannya dipusingkan memerhati sekeliling. Mencari-cari insan yang berpenampilan seperti kakak barunya itu.

Insyirah tersenyum pahit. Jelas Jannah tidak faham maksudnya tadi. Bagaimana harus dia meneruskan? Bimbang andai air mata ini mengalir lagi tanpa henti. Ah…air mata ini begitu murah sejak beberapa minggu yang lepas. Sejak Firdaus 'pergi' meninggalkan dirinya sendirian.

"Dia tak ada, dik. Dia mungkir janji yang telah kami buat. Pada hari kami sepatutnya berlepas, dia batalkan hasratnya." Insyirah membuka lipatan sejarah silamnya. Segalanya akan terbentang kembali. Seperti filem yang diulang tayang, segalanya masih jelas dalam kotak ingatan Insyirah. Perasaan itu masih segar. Seperti baru berlaku semalam.

"Kami mula bersahabat sejak tingkatan 5. Waktu itu, dia baru masuk sekolah akak. Penampilan dia lain sangat. Bertutup penuh. Tapi dia tak ada la berpurdah," sempat Insyirah berseloroh sebelum meneruskan cerita.

"Mula-mula akak tak pernah terlintas pun nak kawan dengan dia. Akak rasa dia tu macam pelik. Yelah, pukul 9 pagi baru nak solat. Padahal masa tu akak tak tahu, solat yang dia buat tu solat sunat. Solat Dhuha. Pemikiran akak masa tu cetek pasal benda-benda ni. Dah la pakai tudung labuh gila. Pakai t-shirt pun labuh. Kalau tak pakai t-shirt, pakai jubah. Macam membosankan." Air mata yang mula bergenang diseka pantas.

"Tapi lepas dia tegur akak, kami jadi kawan. Akak seronok kawan dengan dia, dik. Tapi akak tak pernah cakap dengan siapa-siapa. Akak malu kalau kawan-kawan akak tahu. Mesti kawan-kawan akak ketawakan akak. Yelah, selama ni akak tak suka dia. Dia terlalu berbeza daripada kami. Akak takut diorang tak dapat terima. Lagipun, pengaruh akak kuat masa itu. Akak fikir, kalau akak kawan rapat dengan dia, populariti akak jatuh.

Rupanya akak silap, dik. Kawan-kawan akak semua boleh terima dia. Dia lembut. Bersopan dalam segala hal. Tak pernah menyakitkan hati kami. Cakap pun sentiasa berhemah. Macam adik akak yang baru ni," jelas Insyirah sambil menepuk peha Jannah. Jannah tersenyum malu.

"Masa kawan-kawan akak terima dia dalam group kami, akak marah. Bukan marah betul. Saja nak tunjuk ego. Padahal, akak seronok sangat. Memang macam kanak-kanak. Tak matang langsung pemikiran," Insyirah ketawa kecil. Dia meneruskan penceritaan.

"Akak nampak wajah dia berubah. Mesti dia sedih sebab akak buat macam tu. Tapi dia tak tunjuk. Sentiasa tersenyum. Sejak dia masuk group kami, kami mula berubah. Dah tak pakai baju-baju 'baby', dah mula pakai baju lengan panjang, tapi masa tu masih belum bertudung.

Dia selalu tegur. Akak ingat lagi ayat dia sebelum tegur. 'Fir bukanlah baik sangat, tapi Fir just nak jalankan tanggungjawab Fir sebagai seorang Islam. Awak salah, Fir tegur…Fir salah, awak tegur. Okay? Sekarang Fir nampak awak salah, jadi Fir nak tegur…boleh kan?' Skema kan ayat dia? Tapi akak suka. Jelas, tegas dan tidak menyakitkan.Kami rapat. Kami semua. Enam orang. Macam Jannah dengan kawan-kawan tadi. Mesti rapat, kan? Kalau tak, tak kan bergaduh." Jannah tersenyum mendengar kata-katanya.

"Masing-masing berhasrat nak belajar dekat tempat orang. Kami semua mohon Universiti yang sama. Jurusan yang sama. Menarik kan kalau dapat? Tapi sayang. Hanya akak dan dia sahaja yang berjaya mendapat tempat. Tapi kami semua gembira. Sekurang-kurangnya ada yang dapat meneruskan impian kami.

Bila dia tak jadi pergi, kami marah. Marah sangat. Lebih-lebih lagi akak. Akak kecewa. Dia yang menyebabkan akak berjaya. Dia cikgu akak. Kalau dia tak pergi, akak rasa lemah. Dia mungkir janji. Kami gaduh besar. Akak tak dapat terima. Rasa ditipu. Sikit pun akak tak bagi peluang untuk dia membela diri. Akak tak dengar penjelasan dia. Sebab masa untuk berlepas dah dekat, semua pun dah lengkap, akak terus pergi. Akak pergi tanpa sempat dia jelaskan alasan dia," hanya sendu yang menemani ceritanya. Jannah di sebelah turut mengalirkan air mata. Tiada kata-kata untuk menceriakan.

"Jannah, akak rasa berdosa sangat. Berdosa sebab layan insan sebaik dia macam tu. Jannah tahu kenapa dia tak pergi? Sebab dia tak ada duit. Dia tak ada duit! Sejak awal perkenalan kami, dia tahu impian akak. Impian kumpulan akak. Dan dia juga tahu, betapa keluarga akak membantah keras impian ini. Baiknya dia, Jannah, dia pujuk keluarga akak. Akak tak tahu apa yang dia katakan sehingga keluarga akak izinkan akak pergi. Akak betul-betul tak tahu. Dia bantu akak belajar. Dia pelajar yang bijak. Pintar. Banyak yang akak tahu daripada dia.

Kami buat studygroup, tanya cikgu, pergi kelas tambahan, perpustakaan tu dah jadi macam rumah kedua kami. Akak ingat, cita-cita kami sama. Akak silap rupanya, dik. Cita-cita kami sama, tapi tak serupa. Akak nak kami sama-sama belajar di tempat orang, tapi dia nak tengok akak belajar di tempat orang. Dia? Dia tak mampu. Cukuplah dia dapat tengok kami berjaya.

Baik kan dia? Disebalik ketenangan dia, rupanya ada beban yang terpaksa dipikul. Keluarga dia susah. Dia kehilangan tempat bergantung sejak darjah 5. Dialah ibu dan ayah bagi satu-satunya adik dia. Mereka tinggal dua beradik. Besarnya tanggungjawab dan amanah dia, Jannah. Akak rasa berdosa. Berdosa kerana tidak pernah bertanya mengenai keluarga dia. Berdosa kerana tidak pernah mengambil tahu tentang kehidupannya.

Siapa yang mampu menjangka segalanya? Dia terlalu berahsia. Ceria dan tenang. Tidak pernah kelihatan riak sedih diwajahnya. Wajah yang bersih dan berseri. Saat akak berlepas, sebenarnya mereka dua beradik baru kehilangan tempat tinggal. Rumah yang diduduki perlu dikosongkan segera kerana sudah ada penyewa baru. Tiga bulan kami bersengkang mata mengulangkaji pelajaran, rupanya menjadi penyebab kegagalannya melunaskan sewa.

Dia berhenti kerja selepas waktu persekolahan kerana apa? Kerana ingin membantu kami mencapai impian! Sedangkan mereka dua beradik? Ya Allah…akak berdosa, dik. Akak berdosa kepada dia dan adiknya," Insyirah terus menekup mukanya dengan tangan. Malu dengan ketidakprihatinan diri terhadap insan yang terlalu baik terhadapnya.

"Akak, boleh Jannah tanya?" soal Jannah sambil mengesat air mata. Tangan Insyirah diturunkan dan dipegang lembut.

"Ada apa, Jannah? Tanyalah," jawab Insyirah masih dalam sendu.

"Akak tahu tak siapa nama adik kawan akak?" Jannah masih menggengam erat tangan 'kakak'nya itu.
"Tahu. Dulu akak ingat. Tapi sekarang akak dah lupa. Nur. Kalau tak silap akak, nama dia Nur. Kenapa dik?" Tanya Insyirah pelik.

"Jannah rasa, Jannah kenal adik dia. Dan Jannah rasa, akak tak perlu rasa bersalah walau apa pun yang telah akak lakukan terhadap dia dulu. Jannah yakin, mereka tak pernah marah akak. Mungkin Jannah dan keluarga yang patut mereka marah. Percayalah, kak," kata Jannah lembut.

"Apa yang Jannah cakap ni? Kenapa diorang nak marah Jannah dan keluarga? Jangan merepeklah Jannah. Tak perlu tenangkan hati akak. Hati akak dah lama mati. Mati dengan pemergian dia sebulan yang lepas."

"Jannah rasa Jannah tak mungkin silap orang. Nama akak pun sama dengan orang yang Jannah tunggu. Jom, akak. Ikut Jannah jumpa along," Jannah bersuara ceria. Tangan Insyirah yang masih kebingungan ditarik perlahan. Mereka melangkah ke arah sekumpulan remaja yang sedang sibuk mencari. Mencari seseorang mungkin.

"Jannah! Ya Allah, kamu ni…buat orang risau. Pergi mana? Penat kami cari tau! Nasib baik along belum sampai…kalau tidak, masak kami kena goreng!" marah salah salah seorang dari mereka. Kemudian Jannah mencium tangan beberapa orang yang kelihatan lebih berusia daripadanya dan berpelukkan dengan yang lebih kurang sebaya dengannya.

"Yelah, Jannah. Ira risau tau. Ingatkan Jannah kena culik tadi. Eh, siapa dengan Jannah ni?" soal gadis yang membahaskan diri dengan nama Ira tadi.

"Inilah kakak baru Jannah. Kak Syirah. Jannah nak bawa Kak Syirah jumpa along," balas Jannah sambil tersenyum manis kea rah Insyirah. Senyuman yang benar-benar ikhlas. Tidak seperti ketika mereka mula-mula berbicara.

"Assalamualaikum, adik-adik along. Maaf along lambat. Ummi paksa makan dulu," kedengaran satu suara menegur daripada belakang.

"Along! Lambatlah along ni…penat kami tunggu! Kami pun belum makan lagi, tau! Lapar!" serentak mereka bersuara. Masing-masing bergegas memasukkan beg pakaian ke dalam van. Insyirah tergamam. Hanya air mata yang menjadi penghubung antara dua insan yang telah lama memendam rindu.

"Fir? Fir…daus? SMK(P) Raja Zainab?" bergetar suara Insyirah menyebut nama itu. Selama beberapa minggu nama itu bermain dibibir dan mindanya, saat ini terasa janggal sekali. Benarkah ini Firdaus yang ku rindu? Inikah Firdaus insan mulia itu?

"Syirah. Kenapa tercegat tu? Cepatlah, naik. Boleh kita borak panjang. Fir dah beritahu mak dan ayah Syirah, yang Fir akan jemput Syirah," Firdaus menarik tangan sahabatnya yang tergamam. Hanya senyuman menghiasi wajahnya. Setelah 4 tahun terpisah, akhirnya mereka bertemu kembali. Yang pasti, tiada lagi episod sedih dalam lembaran kali ini. Dia dan Ira sudah punya ummi dan walid tempat untuk menumpang kasih. Juga Jannah dan keluarga besarnya. Segalanya lebih sempurna sekarang.

Selepas Insyirah berlepas, dia dan adiknya Ira mendapat berita gembira daripada ummi. Sebenarnya insan yang dipanggil ummi itu menyuruhnya tinggal di rumahnya. Kerana itulah dia dan suaminya meminta agar rumah sewa itu dikosongkan. Mati-mati Firdaus menyangka yang mereka dihalau. Walid juga tidak menerangkan dengan jelas. Sudah banyak nikmat yang mereka dua beradik terima sejak menjadi keluarga ummi dan walid.

"Fir, apa semua ni? Syirah tak faham! Fir, talk to me, please! I won't move till you explain all this thing," marah Insyirah. Apa semua ini? Macam mana Firdaus boleh ada di sini? Bukankah Firdaus sudah 'pergi'?

"Apa, apa? Fir ingat Syirah dah baca diari yang ummi bagi. Syirah tak baca?" soal Firdaus pelik. Apa sebenarnya yang berlaku?

Insyirah bingung. Diari biru tua milik Firdaus dikeluarkan daripada beg. Tangannya pantas menyelak beberapa muka surat terakhir.

********************************

15 Mei 2008
Hari ini Syirah berangkat ke universiti pilihannya. Alhamdulillah, Berjaya juga sahabatku itu mencapai sebahagian cita-cita kami. Tapi…Syirah marah sangat dekat aku. Sebab aku mungkir janji, katanya. Mungkir janjikah aku? Aku tidak pernah pun berjanji untuk pergi bersamanya. Siapalah aku untuk ke universiti luar. Universiti dalam pun belum tentu. Salah aku juga sebab tak pernah berterus terang. Niat aku menghantar permohonan hanyalah suka-suka. Senonok juga melihat kesungguhan mereka menganyam angan-angan. Memandangkan aku tidak mungkin dapat merasakan, apalah salahnya andai aku mencuba kelayakan diri. Sekurang-kurangnya, aku tahu kelayakan aku. Tak apalah, esok-esok aku hantar email terangkan keadaan sebenar. Mudah-mudahan sahabatku itu boleh terima. Amiiin…

*******************************

Insyirah menyelak lagi.

*********************************

28 Februari 2008
Aku dah hantar email. Dah banyak aku hantar. Kenapa Syirah tak balas? Takkan lah belum surut-surut lagi marahnya? Aku tahu aku salah…tapi, takkan langsung tiada kemaafkan buat aku? Tidak layakkah aku dimaafkan? Sudahlah…aku akan cuba hantar lagi esok. Ummi pun dah panggil.

5 Mac 2008
Syirah masih belum balas email aku. Hm…Syirah marah lagi ke? Semalam ada reunion kumpulan. Khai yang plan. Meriah juga walaupun tanpa Syira. Masing-masing still macam dulu. Lepas habis matrik, masing-masing bawa haluan sendiri. Nisa dapat tawaran ke Jordan, tapi dia lebih senang belajar di UiTM, Shah Alam. Dekat dengan keluarga katanya. Mawar pula belajar di kolej swasta. Sunway University College. Tiggi kos hidup dekat sana, Mawar kata. Tapi tak apalah…keluarga dia mampu. ? teha pulak, dekat mana ye? Oh…aah…teha dapat UM. Hebat orang yang dapat UM ni kan? ? sorang lagi…orang yang plan reunion laaa…sape lagi. Khai. Khai belum decide nak belajar ke tak. Dia tunggu orang masuk meminang. He3. Macam-macam. Tapi, InsyaAllah…dia ikut Mawar kot. Kolej Sunway. Aku? Biarlah aku tolong ummi dan walid jaga Jannah. Boleh jadi cikgu macam masa zaman sekolah dulu. Rindunya dekat Syirah…

16 Mac 2007
Sibuknya sekarang ni. Busy dengan adik-adik baru. Sibuk macam mana pun, terhibur dengan keletah diorang. Kawan-kawan semua sibuk jugak. Sibuk cari Syirah. Diam betul dia. Tak apalah, 4 tahun dari sekarang, dekat airport yang sama, aku akan jemput Syirah. 4 tahun. Lamanya. Tapi aku akan sabar menunggu.

***********************************

"Kan Fir dah janji nak jemput Syirah. Syirah tak tau ke? Tak baca diari?" Firdaus bertanya pelik.

"Baru start baca bulan lepas. Tu pun tak sempat baca sampai muka surat last. Asyik nangis je."

"Nangis? Kenapa?"

"Syirah ingat…" Insyirah mematikan bicara.

"Ingat? Hm…peliklah Syirah ni. Tiba-tiba Fir teringat macam mana gelabahnya Mawar bulan lepas. Sibuk-sibuk datang rumah ummi, menangis-nangis cari Fir. Siap minta maaf lagi. Ada ke patut, Mawar ingat Fir meninggal dalam kemalangan jalan raya?! Teruk betul! Mendoakan ke apa…" cerita Firdaus sampai tergelak.

Wajah Insyirah berubah. Kemalangan? Meninggal? Liur ditelan terasa seperti pasir. Aku salah faham ke selama ni?

"Fir accident ke?" Tanya Insyirah berselindung akan kisahnya.

"Memang la Fir accident bulan lepas. Tapi cedera ringan je. Melampau la informer ni. Manalah dia dapat cerita eksklusif ni. Sampai tuan punya badan pun terkejut. Hahaha…" Firdaus mengesat air mata yang mengalir kerana terlalu banyak ketawa.

Insyirah mengimbau kembali perbualannya dengan Khai bulan lepas.

------------------------------------------

'Syirah, Khai call ni sebab nak beritahu, Fir accident minggu lepas.'

'Hah? Fir accident?! Teruk ke?'

'Khai pun tak tahu, Syirah. Khai baru je dapat berita sejam lepas.'

'Khai tak pergi lawat dia? Khai, Syirah nak balik la. Syirah nak lawat dia jugak…Syirah takut…'

'Syhhh…Syirah, jangan macam ni. Syirah jauh. Tadi Khai dah pergi, tapi…tak sempat, Syira. Khai terlambat. Fir dah pergi…'

---------------------------------------------

Segalanya masih jelas. Mustahil Khai menipu. Khai putuskan talian sebab terlalu sedih dengan 'pemergian' Firdaus. Mesti Khai menangis lepas putuskan talian. Insyirah yakin. Sebaik sahaja mendapat berita daripada Khai, Insyirah terus menelefon Mawar. Yang jelas, Mawar juga belum tahu mengenai kemalangan yang menimpa sahabat mereka kerana Mawar benar-benar terkejut dan mereka sama-sama menangisi 'pemergian' sahabat yang mereka sayangi.

Insyirah yakin itu semua. Tapi kini segalanya seakan goyang. Benarkah Khai memutuskan talian kerana terlalu sedih? Atau…kredit telefonnya habis? Pergi yang dimaksudkan…keluar wad ke? Tidaaaaaaaak! Kenapa selama ini dia tidak pernah terfikir?! Sia-sialah air mata dan rasa berdosa yang menghantuinya selama sebulan ini? Maknanya, dialah informer yang Firdaus maksudkan? Ya Allah…malunya!!! Kalaulah Fir tau…

"Syirah rasa, siapa yang bawa cerita kata Fir meninggal ye?" soal Firdaus benar-benar ingin tahu tanpa memandang raut wajah Insyirah yang berubah merah. Malu!

"Biarlah…benda dah lepas pun," jawab Insyirah selamba. Dalam hatinya, Insyirah ketawa geli hati. Terlalu banyak yang telah berlaku. Walaupun marah dengan diri sendiri yang pandai-pandai buat kesimpulan, tapi dia bersyukur. Kerana sekurang-kurangnya kedatangan berita daripada Khai membuatkan dirinya banyak berfikir mengenai salahnya terhadap insan sebaik Firdaus. Dan lebih mengembirakan, dia seolah-olah mendapat peluang kedua yang diharap-harapkan.

Peluang untuk meminta maaf dan menghargai sahabat sebaik dan semulia Firdaus. Firdaus…insan yang cantik wajah dan peribadinya. Secantik namanya. Nur Firdaus. Nur yang menerangi kehidupan mereka berlima. Nur yang mengubah dirinya, Nisa, Mawar, Teha dan Khai. Semoga persahabatan ini kekal selamanya. Firdaus, moga syurga Firdaus itu juga tempatmu kelak. Itu doa Insyirah. Doa buat sahabat baiknya. Sahabat sejati. Sahabat yang bernama Firdaus.

Rabu, 29 Disember 2010

Pendaftaran Pelajar Tahun 2011

Adalah dimaklumkan bahawa Pendaftaran Pelajar bagi sesi persekolahan Tahun 2011 adalah seperti berikut:

* Pelajar Asrama Tingkatan 5: 2 Januari 2011, jam 2.00 petang
* Pelajar Luar Tingkatan 5: 3 Januari 2011, jam 7.25 pagi
* Pelajar Tingkatan 4: 5 Januari 2011, jam 8.00 pagi


** Dapatkan senarai keperluan dan yuran di SINI.

Mungkin Anda Mencari :

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...